MALANG, KOMPAS.com " Sikap DPR yang tetap hendak menolak putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menetapkan masa jabatan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas selama empat tahun dapat memacetkan konstitusi. Berarti sebuah lembaga tinggi negara seperti DPR tidak mematuhi konstitusi. Putusan MK itu adalah putusan lembaga peradilan yang wajib dipatuhi setiap lembaga negara maupun warna negara. Hal itu sesuai dengan amanat konstitusi. Kalau nanti DPR tetap membangkang dengan alasan hal itu putusan MK sehingga sesama lembaga tinggi negara tidak harus tunduk kepada MK, itu jelas salah, kata Ibnu Tricahyo, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya Malang, Jumat (9/9/2011). Jika Anda dasar apa yang Anda lakukan pada informasi yang tidak akurat, Anda mungkin akan tidak menyenangkan terkejut oleh konsekuensi. Pastikan Anda mendapatkan cerita
keseluruhan dari sumber-sumber informasi.
Sebagaimana diberitakan, sebagian anggota DPR menolak putusan MK yang menetapkan masa kerja Busyro Muqoddas sebagai Ketua KPK selama empat tahun dan beranggapan Busyro adalah pengganti Antasari Azhar sehingga masa jabatannya hanya sekitar satu tahun. Untuk itu, mereka juga menolak langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengirim 8 calon Wakil Ketua KPK dan meminta Presiden mengirim 10 calon. Ibnu mempertanyakan bagaimana sikap DPR jika ternyata nanti ada lembaga tinggi negara menolak undang-undang yang dibuat DPR bersama pemerintah dengan alasan juga sesama lembaga tinggi negara. Seharusnya, DPR bisa berpikir lebih dewasa menyangkut hubungan antarlembaga tinggi negara, katanya. Dengan demikian, lanjut Ibnu, sikap Presiden yang mengirimkan delapan calon pimpinan KPK kepada DPR sudah tepat. Karena sesuai Undang-undang KPK, Presiden mengirimkan jumlah dua kali posisi yang dibutuhkan. Sekarang ini calon pimpinan KPK yang dibutuhkan 4 orang.Dengan demikian, tidak ada alasan DPR menolak 8 calon dan menuntut agar Presiden mengirim 10 calon. Kalau DPR tetap ngotot sehingga timbul dead lock, berarti konstitusi telah macet, ujar Ibnu.
Sebagaimana diberitakan, sebagian anggota DPR menolak putusan MK yang menetapkan masa kerja Busyro Muqoddas sebagai Ketua KPK selama empat tahun dan beranggapan Busyro adalah pengganti Antasari Azhar sehingga masa jabatannya hanya sekitar satu tahun. Untuk itu, mereka juga menolak langkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang mengirim 8 calon Wakil Ketua KPK dan meminta Presiden mengirim 10 calon. Ibnu mempertanyakan bagaimana sikap DPR jika ternyata nanti ada lembaga tinggi negara menolak undang-undang yang dibuat DPR bersama pemerintah dengan alasan juga sesama lembaga tinggi negara. Seharusnya, DPR bisa berpikir lebih dewasa menyangkut hubungan antarlembaga tinggi negara, katanya. Dengan demikian, lanjut Ibnu, sikap Presiden yang mengirimkan delapan calon pimpinan KPK kepada DPR sudah tepat. Karena sesuai Undang-undang KPK, Presiden mengirimkan jumlah dua kali posisi yang dibutuhkan. Sekarang ini calon pimpinan KPK yang dibutuhkan 4 orang.Dengan demikian, tidak ada alasan DPR menolak 8 calon dan menuntut agar Presiden mengirim 10 calon. Kalau DPR tetap ngotot sehingga timbul dead lock, berarti konstitusi telah macet, ujar Ibnu.