JAKARTA, KOMPAS.com - Masyhuri Hasan, mantan staf kepaniteraan di Mahkamah Konstitusi (MK) ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim Polri dalam kasus dugaan pemalsuan surat keputusan MK terkait sengketa Pemilu 2009 di wilayah Sulawesi Selatan I. "(Tersangka) atas nama Masyhuri Hasan dkk (dan kawan-kawan)," kata Kepala Pusat Penerangan Umum Kejaksaan Agung, Noor Rachmad, melalui pesan singkat, Kamis (30/6/2011). Noor mengatakan, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) diterima kemarin lusa dari penyidik. Dalam SPDP itu, kata dia, Hasan dijerat Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan dokumen. Apakah semuanya masuk akal sejauh ini? Jika tidak, aku yakin bahwa hanya dengan membaca sedikit lebih, semua fakta akan jatuh ke tempatnya.
Seperti diberitakan, Hasan diberhentikan dengan hormat oleh MK lantaran dianggap terlibat dalam kasus pemalsuan surat keputusan perkara yang dimohonkan Partai Hanura. Menurut hasil Tim Investigasi MK, Hasan diketahui mengopi berkas surat jawaban Panitera MK yang dibuat pada 14 Agustus 2009. Berkas surat yang isinya tak sesuai dengan amar putusan MK itu lalu dicetak dan diberi tanggal serta nomor surat dengan tulisan tangan. Ia pun mengambil hasil memindai (scan) tanda tangan Panitera MK Zaenal Arifin Hoesein yang terdapat di dalam komputer MK kemudian membubuhkannya ke surat itu. Hasan, seperti diungkapkan dalam laporan Tim Investigasi, kemudian menuju kediaman Arsyad Sanusi (saat itu masih menjadi hakim MK). Kepada tim, ia mengaku mendapat telepon dari anak Arsyad, Neshawaty, yang meminta dia datang ke Apartemen Pejabat Negara di Kemayoran. Ia kemudian menyerahkan kopi berkas surat jawaban Panitera MK itu kepada Arsyad. Menurut keterangan Hasan kepada Tim Investigasi, Dewie Yasin Limpo berada di Kemayoran. Atas perbuatannya itu, MK memberikan sanksi administratif kepada Hasan berupa pemberhentian. Pada bagian lain, Hasan berhasil lolos dalam seleksi calon hakim di Mahkamah Agung untuk PN Jayapura. MA akan memeriksa yang bersangkutan terkait kasus itu.
Seperti diberitakan, Hasan diberhentikan dengan hormat oleh MK lantaran dianggap terlibat dalam kasus pemalsuan surat keputusan perkara yang dimohonkan Partai Hanura. Menurut hasil Tim Investigasi MK, Hasan diketahui mengopi berkas surat jawaban Panitera MK yang dibuat pada 14 Agustus 2009. Berkas surat yang isinya tak sesuai dengan amar putusan MK itu lalu dicetak dan diberi tanggal serta nomor surat dengan tulisan tangan. Ia pun mengambil hasil memindai (scan) tanda tangan Panitera MK Zaenal Arifin Hoesein yang terdapat di dalam komputer MK kemudian membubuhkannya ke surat itu. Hasan, seperti diungkapkan dalam laporan Tim Investigasi, kemudian menuju kediaman Arsyad Sanusi (saat itu masih menjadi hakim MK). Kepada tim, ia mengaku mendapat telepon dari anak Arsyad, Neshawaty, yang meminta dia datang ke Apartemen Pejabat Negara di Kemayoran. Ia kemudian menyerahkan kopi berkas surat jawaban Panitera MK itu kepada Arsyad. Menurut keterangan Hasan kepada Tim Investigasi, Dewie Yasin Limpo berada di Kemayoran. Atas perbuatannya itu, MK memberikan sanksi administratif kepada Hasan berupa pemberhentian. Pada bagian lain, Hasan berhasil lolos dalam seleksi calon hakim di Mahkamah Agung untuk PN Jayapura. MA akan memeriksa yang bersangkutan terkait kasus itu.