JAKARTA, KOMPAS.com " Ketua Umum DPP Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali tetap optimistis dengan perolehan suara PPP pada pemilu mendatang meskipun survei yang dirilis Lembaga Survei Indonesia menunjukkan hasil adanya tren penurunan pada partai tersebut. Suryadharma Ali, yang juga menjabat Menteri Agama, mengklaim, sejak puluhan tahun lalu PPP telah teruji dan tahan banting. Oleh karena itu, ia yakin bahwa PPP tak akan terpuruk, apalagi sampai tidak lolos dalam ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) pada Pemilu 2014 mendatang. "Kami memang tidak sepenuhnya memercayai hasil survei (LSI). Yang perlu Anda ketahui, PPP merupakan partai yang tahan banting. Partai ini telah lama teruji sejak Orde Baru. Kami pernah ditekan sepanjang Orde Baru. Hasilnya, PPP tetap ada," kata Suryadharma, Senin (30/5/2011) di Jakarta. Mereka dari Anda tidak akrab dengan yang terakhir pada
sekarang memiliki setidaknya pemahaman dasar. Tapi ada lagi yang akan datang.
Ia menjelaskan, pada era Orde Baru hampir semua kader PPP ditekan sehingga tak ada satu wakilnya pun di struktural pemerintahan. Bahkan, pejabat di tingkat kecamatan sampai tingkat RW dan RT dikuasai partai yang sedang berkuasa. "Anda bisa bayangkan pada saat itu ada PNS yang masuk PPP, dia bisa dipecat. Kami juga tidak punya kader yang menjadi camat, lurah, bahkan RT sekali pun. Jadi tekanan pada era tersebut sangat besar, tetapi PPP tetap eksis," ujarnya. Tak cukup sampai di situ, sambung Suryadharma, PPP juga mengalami tekanan saat era reformasi. Dengan kebebasan berpendapat dan berserikat, setiap kelompok masyarakat bebas mendirikan partai dan organisasi. Partai yang berdiri dari hasil fusi ini juga ikut mengalami perpecahan. Banyak petinggi PPP yang mendirikan partai baru sehingga perolehan suara PPP menjadi menurun. "Setelah reformasi, kami juga mendapat tekanan dengan berdirinya partai baru yang merupakan embrio dari PPP, seperti PKB, PKS, PAN dan lainnya, tetapi PPP tetap ada. Karena itu, ini modal yang cukup baik, tinggal kami tata lagi manajemennya. Jadi, memang perlu ketekunan dan kesabaran untuk membangun partai ini. Terlebih di tengah-tengah mereka (partai lain) yang sudah maju," katanya.
Ia menjelaskan, pada era Orde Baru hampir semua kader PPP ditekan sehingga tak ada satu wakilnya pun di struktural pemerintahan. Bahkan, pejabat di tingkat kecamatan sampai tingkat RW dan RT dikuasai partai yang sedang berkuasa. "Anda bisa bayangkan pada saat itu ada PNS yang masuk PPP, dia bisa dipecat. Kami juga tidak punya kader yang menjadi camat, lurah, bahkan RT sekali pun. Jadi tekanan pada era tersebut sangat besar, tetapi PPP tetap eksis," ujarnya. Tak cukup sampai di situ, sambung Suryadharma, PPP juga mengalami tekanan saat era reformasi. Dengan kebebasan berpendapat dan berserikat, setiap kelompok masyarakat bebas mendirikan partai dan organisasi. Partai yang berdiri dari hasil fusi ini juga ikut mengalami perpecahan. Banyak petinggi PPP yang mendirikan partai baru sehingga perolehan suara PPP menjadi menurun. "Setelah reformasi, kami juga mendapat tekanan dengan berdirinya partai baru yang merupakan embrio dari PPP, seperti PKB, PKS, PAN dan lainnya, tetapi PPP tetap ada. Karena itu, ini modal yang cukup baik, tinggal kami tata lagi manajemennya. Jadi, memang perlu ketekunan dan kesabaran untuk membangun partai ini. Terlebih di tengah-tengah mereka (partai lain) yang sudah maju," katanya.