Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kehutanan (Kemenhut) minta pemerintah daerah mempermudah pengurusan izin pemanfaatan kayu tanaman karet yang diremajakan. "Kemhut bersama Kementerian Pertanian berencana meminta Bupati dan Gubernur (pemda) untuk memberikan kemudahan dalam pengurusan izin pemanfaatan kayu karet hasil peremajaan di semua daerah," kata Sekretaris Direktorat Jenderal (Sesditjen) Ditjen Bina Produksi Kehutanan (BPK), Bambang Sukmananto di Jakarta, Minggu. Permintaan kemudahan pengurusan izin untuk memanfaatkan kayu karet yang diremajakan itu, katanya, diperlukan karena banyaknya pengusaha yang ingin memanfaatkan kayu karet itu di berbagai daerah. Kalau bisa ada insentif agar angkutan bahan baku ini membuat prodk kita mampu bersaing di pasar interasional, katanya. Ia menuturkan, kini banyak pengusaha yang mampu mengolah kayu karet menjadi produk kayu pertukangan yang memiliki nilai tambah cukup tinggi. Produk kayu pertukangan dari kayu karet itu cukup potensial untuk diekspor berbagai belahan dunia dan sangat disukai untuk dan interior karena warnanya putih dan ringan, ujarnya. Bambang menjelaskan potensi pasokan kayu karet yang diremajakan sangat tinggi. Permintaan pasar internasional terhadap kayu karet olahan, lanjutnya, sangat tinggi. Bahkan, China menginginkan pasokan kayu karet yang diremajakan itu dalam volume tidak terbatas. So far, we've uncovered some interesting facts about mobil keluarga ideal terbaik indonesia. You may decide that the following information is even more interesting.
"Namun, kita tidak ingin ekspor dalam bentuk kayu bulat untuk menggenjot nilai tambah. Jika kayu karet itu diolah, nilainya bisa mencapai 700-1.000 dolar AS per meter kubik," ucapnya. Menurut dia, produk kayu karet olahan itu, memberi alternatif bagi konsumen kayu di luar negeri yang selama ini sering memanfaatkan kayu keras, sepreti, meranti yang sekarang bisa mencapai di atas 1.500-2.000 dolar per meter kubik. "Apalagi, mereka sering kali mengganti mebel setiap 2-3 tahun sekali." Namun demikian, katanya, pemerintah berusaha untuk mendukung perkembangan industri perkayuan yang selama ini dinilai kurang efisien. Berdasarkan perhitungan Ditjen Perkebunan, Kemtan, luas perkebunan karet di Indonesia sekitar 3,4 juta hektare. Sekitar 85 peren dari luas perkebunan karet tersebut merupakan perkebunan rakyat, selebihnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menguasai areal sebesar 8 persen dan perusahaan swasta tercatat 7 persen. "Jika 5-10 persen dari luas kebun karet yang ada diremajakan dan setiap hektarenya memiliki potensi kayu 50 meter kubik, paling tidak ada pasokan bahan baku kayu karet 8,5 juta meter kubik per tahun yang bisa dimanfaatkan untuk produksi kayu olahan. Jumlah yang lumayan besar." Menurut Bambang, keinginan Kemhut menggenjot produksi dengan memanfaatkan kayu karet yang diremajakan merupakan upaya untuk meningkatkan nilai tambah pada produksi kayu itu, yang selama ini belum dimanfaatkan maksimal. "Apalagi, banyak perusahaan yang kini sudah menguasai teknologi untuk menghilangkan kandungan karet dalam kayu tersebut. Sebelumnya, kayu ini tidak begitu diminati karena muncul bercak berwarna biru (blue stain) yang merusak warna kayu jika lebih dari 4-5 hari tidak diolah." Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) dalam beberapa kesempatan mengungkapkan, upaya merevitalisasi perkebunan karet melalui program peremajaan memerlukan dukungan penuh agar program itu mencapai target yang diharapkan pengusaha. Sejak tahun 2001, menurut asosiasi itu, China telah menjadi konsumen karet alam terbesar dunia menggeser posisi Amerika Serikat, dan setahun kemudian China juga menggeser AS menjadi konsumen karet sintetik terbesar dunia.
"Namun, kita tidak ingin ekspor dalam bentuk kayu bulat untuk menggenjot nilai tambah. Jika kayu karet itu diolah, nilainya bisa mencapai 700-1.000 dolar AS per meter kubik," ucapnya. Menurut dia, produk kayu karet olahan itu, memberi alternatif bagi konsumen kayu di luar negeri yang selama ini sering memanfaatkan kayu keras, sepreti, meranti yang sekarang bisa mencapai di atas 1.500-2.000 dolar per meter kubik. "Apalagi, mereka sering kali mengganti mebel setiap 2-3 tahun sekali." Namun demikian, katanya, pemerintah berusaha untuk mendukung perkembangan industri perkayuan yang selama ini dinilai kurang efisien. Berdasarkan perhitungan Ditjen Perkebunan, Kemtan, luas perkebunan karet di Indonesia sekitar 3,4 juta hektare. Sekitar 85 peren dari luas perkebunan karet tersebut merupakan perkebunan rakyat, selebihnya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menguasai areal sebesar 8 persen dan perusahaan swasta tercatat 7 persen. "Jika 5-10 persen dari luas kebun karet yang ada diremajakan dan setiap hektarenya memiliki potensi kayu 50 meter kubik, paling tidak ada pasokan bahan baku kayu karet 8,5 juta meter kubik per tahun yang bisa dimanfaatkan untuk produksi kayu olahan. Jumlah yang lumayan besar." Menurut Bambang, keinginan Kemhut menggenjot produksi dengan memanfaatkan kayu karet yang diremajakan merupakan upaya untuk meningkatkan nilai tambah pada produksi kayu itu, yang selama ini belum dimanfaatkan maksimal. "Apalagi, banyak perusahaan yang kini sudah menguasai teknologi untuk menghilangkan kandungan karet dalam kayu tersebut. Sebelumnya, kayu ini tidak begitu diminati karena muncul bercak berwarna biru (blue stain) yang merusak warna kayu jika lebih dari 4-5 hari tidak diolah." Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo) dalam beberapa kesempatan mengungkapkan, upaya merevitalisasi perkebunan karet melalui program peremajaan memerlukan dukungan penuh agar program itu mencapai target yang diharapkan pengusaha. Sejak tahun 2001, menurut asosiasi itu, China telah menjadi konsumen karet alam terbesar dunia menggeser posisi Amerika Serikat, dan setahun kemudian China juga menggeser AS menjadi konsumen karet sintetik terbesar dunia.
